Dilema Pembentukan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

Oleh: Anton Sri Pambudi

Artikel Asli pada Kumparan. Com

PENDAHULUAN

Salah satu hal yang menentukan kemajuan suatu bangsa adalah kemajuan bangsa tersebut dalam mengedepankan research and development (RnD) atau penelitian dan pengembangan. Hasil penelitian dan pengembangan dapat berupa konsep, model, ataupun rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan publik seperti kemiskinan, kesehatan, kesejahteraan sosial, iptek, dll. Maka dari itu, banyak negara maju yang menjadikan penelitian dan pengembangan sebagai ujung tombak dalam menentukan kebijakan. Alhasil, kebijakan-kebijakan yang diambil tepat sasaran dan berjalan sesuai perencanaan.

Di Indonesia sendiri fasilitasi dalam pembentukan Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Daerah di dukung dengan adanya beberapa regulasi yakni Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada pasal 209 dan 219 menyebutkan bahwa pembentukan Badan untuk melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, meliputi perencanaan, keuangan, kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan. Pasal 373 dan 374 menyebutkan bahwa penelitian dan pengembangan merupakan salah satu instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya, pasal 388 penelitian dan pengembangan berperan dalam penilaian inovasi daerah.

Regulasi lain yang mendukung adanya Badan Litbang Daerah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Dalam regulasi tersebut Pemerintah Daerah dapat membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan di Tingkat Provinsi (BPP Provinsi) untuk menyelenggarakan fungsi kelitbangan di tingkat Provinsi. Tugas BPP tersebut antara lain menyusun kebijakan teknis, rencana dan program kelitbangan, melaksanakan kelitbangan di lingkungan provinsi, dan memberikan rekomendasi regulasi dan kebijakan kepada Gubernur dan SKPD di lingkungan Provinsi.

Saat ini beberapa Pemerintah Daerah sudah mulai membentuk Lembaga Litbang Daerah yang dipimpin oleh pejabat eselon II. Menurut litbang kemendagri (2017), saat ini terdapat 23 Provinsi yang mempunyai lembaga penelitian dan pengembangan daerah yang berdiri sendiri menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sedangkan sejumlah 11 Provinsi yang belum mempunyai lembaga penelitian dan pengembangan sendiri dan masih melebur dengan Bappeda. Pada tingkat Kabupaten/ Kota, terdapat 86 Badan/ Kantor Litbang yang berdiri sendiri menjadi OPD yang mempunyai Tupoksi pada penelitian dan pengembangan. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyaknya pemerintah daerah yang membentuk OPD Badan/ Kantor penelitian dan pengembangan dan tidak tergabung kedalam Bappeda. Berdasarkan data di atas, perhatian atas pentingnya penelitian dan pengembangan semakin baik. Pemerintah Daerah semakin banyak yang membentuk lembaga litbang. Namun, semakin banyaknya pembentukan lembaga litbang di daerah bukan berarti implementasi dalam menjalankan tupoksi kelitbangan sudah sesuai yang diharapkan. Lembaga Litbang di daerah belum tentu menghasilkan kajian-kajian yang bisa dijadikan rekomendasi dalam perumusan kebijakan.

Pembentukan lembaga litbang daerah sangatlah dilematis. Disamping keberadaannya memang dibutuhkan setiap daerah agar dapat memberikan perhatian lebih pada riset daerah, akan tetapi pembentukannya hanyalah akan menjadi pemborosan anggaran. Selain itu, minimnya peneliti dan minimnya anggaran penelitian hanya akan menghasilkan riset-riset yang berkualitas rendah. Keberadaan Bappeda yang mempunyai fungsi kelitbangan juga menjadi dilema dalam pembentukan lembaga litbang daerah. Tumpang tindih fungsi sangat rentan terjadi. Jika fungsi kelitbangan sudah dilaksanakan oleh Bappeda, pembentukan lembaga litbang di daerah hanyalah akan menjadi pemborosan anggaran. Perlu atau tidak perlunya pembentukan lembaga litbang di daerah membutuhkan kajian yang lebih mendalam dan disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. Maka, perlukah pemerintah daerah membentuk lembaga litbang daerah jika fungsi kelitbangan masih bisa dijalankan oleh Bappeda ?

DESKRIPSI MASALAH

Dalam memajukan litbang dan inovasi daerah, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menjadikan lembaga litbang daerah sebagai lembaga strategis dalam bidang litbang. Namun, dalam pembentukan lembaga tersebut bukan berarti tanpa ada masalah-masalah yang harus dihadapi. Permasalahan pertama adalah minimnya peneliti yang ada di Indonesia bahkan di daerah. Salah satu ujung tombak Badan Litbang adalah tersedianya peneliti. Jika Badan Litbang tidak punya peneliti atau sumber daya manusia penelitinya kurang, tentu akan mempengaruhi hasil riset yang dihasilkan. Pada tahun 2017 jumlah peneliti di Indonesia yang tersebar di seluruh Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yakni sebanyak 9.685 peneliti. Jumlah peneliti tersebut mengalami peningkatan lebih dari 900 peneliti sejak tahun 2013. Meskipun jumlah peneliti dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, jumlah tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan jumlah peneliti di negara ASEAN. Rasio jumlah peneltii dengan jumlah penduduk di Singapura adalah lebih dari 7000 ribu peneliti per satu juta penduduk. Sedangkan Malaysia sebanyak 2.590 peneliti per satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, rasionya sebesar 1.071 peneliti per satu juta penduduk.

Minimnya jumlah peneliti di Indonesia berimbas pada kurangnya sumber daya peneliti yang ada di Badan Litbang Daerah. Seringkali ditemui Badan Litbang Daerah tidak mempunyai peneliti. Hal ini menunjukan bahwa Badan Litbang Daerah tidak memiliki komponen organisasi yang proporsional sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dalam menghasilkan hasil-hasil penelitian, kajian-kajian, dan rekomendasi kebijakan tidak bisa terlaksana.

Terkait dengan hasil riset di atas, yang merupakan salah satu indikator kemajuan dalam bidang litbang, jumlah publikasi yang sudah terpublikasikan di Indonesia masih dibawah Singapura dan Malaysia. Berdasarkan data SCImago, sepanjang 1996-2016, jumlah publikasi terindeks global Indonesia mencapai 54.146 publikasi. Bila dibandingkan Singapura, Thailand, dan Malaysia, peringkat Indonesia masih jauh berada di bawah ketiga negara ASEAN itu. Pada 2016, di tingkat dunia, Indonesia menempati peringkat 45 untuk jumlah dokumen yang terpublikasi internasional. Di kawasan Asia, posisi Indonesia berada di urutan 11, sementara di tingkat ASEAN peringkat keempat. Selain itu, tren jumlah dokumen publikasi di Singapura, Thailand, Malaysia, dan Indonesia terus meningkat. Mulai 2010, Malaysia menggeser posisi Singapura ke peringkat kedua. Terkait dokumen yang terpublikasi di Indonesia, jumlahnya meningkat menjadi 46,41 persen (11.470 publikasi) jika dibandingkan 7.834 publikasi pada 2015. Kendati naik, angka ini masih jauh bila dibandingkan Singapura (19.992 publikasi) dan Malaysia (28.546 publikasi).

Faktor penting lainnya dalam menunjang penelitian dan pengembangan adalah anggaran. Tidak bisa dipungkiri anggaran menjadi aspek penting dalam menjalankan fungsi kelitbangan. Namun, dukungan anggaran penelitian dan pengembangan di Indonesia tergolong kecil. Menurut UIS Data Centre (2017), negara-negara dengan komitmen yang tinggi terhadap riset, berdasarkan data 2013, adalah Korea Selatan (4,1 persen), Jepang (3,5 persen), dan Finlandia (3,3 persen). Di tingkat ASEAN, yang memiliki rata-rata GERD (Gross Expenditure on R&D) per PDB tinggi adalah Singapura (2,0 persen) dan Malaysia (1,1 persen). Sementara itu, GERD per PDB Indonesia belum mencapai angka 1 persen –hanya sebesar 0,085 persen– dan jauh tertinggal dibandingkan GERD dunia. Di Indonesia sendiri anggaran penelitian dan pengembangan mayoritas masih bersumber dari Pemerintah.

Adapun permasalahan non-teknis yang membuat Badan Litbang Daerah ini kurang diperhatikan yakni budaya-budaya yang mengakar pada birokrasi di Indonesia. Budaya birokrasi di Indonesia cenderung kurang sadar dan mengerti bahwa sebuah lembaga litbang daerah itu dapat menjadi partner dalam perumusan kebijakan. Dalam perumusan kebijakan seharusnya membutuhkan kajian-kajian atau riset-riset yang dihasilkan oleh Badan Litbang Daerah apakah kebijakan yang diformulasikan akan memberikan manfaat bagi publik, apakah sudah sesuai jika diimplementasikan, dan lain-lain. Ketidaksadaran itu membuat para perumus kebijakan mengabaikan keberadaan dan fungsi dari Badan Litbang Daerah.

Pada umumnya, permasalahan Badan Litbang Daerah hanya berkutat pada SDM/ Peneliti, minimnya anggaran penelitian, sarana dan prasarana, dan tidak ada komitmen dari perumus kebijakan untuk mempertimbangkan hasil penelitian dalam perumusan kebijakan pemerintah. Minimnya jumlah peneliti dan rendahnya tingkat kemampuan peneliti akan berdampak pada kurangnya kualitas hasil penelitian dan kajian. Hal ini mempengaruhi rendahnya jumlah publikasi yang diterbitkan. Kurang memadainya anggaran litbang disebabkan oleh kurangnya dukungan dari eksekutif dan legislatif untuk kegiatan kelitbangan serta rendahnya komitmen pengambil kebijakan untuk memanfaatkan fungsi litbang. Tantangan lain litbang daerah adalah rendahnya tingkat aplikasi hasil-hasil penelitian pada sektor-sektor yang terkait ke dalam sebuah kebijakan yang operasional oleh pemerintah daerah selain rendahnya publikasi hasil penelitian yang telah dilakukan. Maka dari itu, pembentukan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah sangatlah dilematis. Ketika Badan Litbang Daerah sudah dibentuk namun jumlah sumber daya manusia peneliti sangatlah sedikit bahkan tidak ada sama sekali akan mengakibatkan fungsi litbang tidak maksimal. Ketika Badan Litbang Daerah belum dibentuk maka Pemerintah Daerah akan kekurangan kajian-kajian permasalahan publik yang dapat digunakan dalam perumusan kebijakan.

REKOMENDASI

Berpijak pada uraian di atas, beberapa rekomendasi yang perlu ditempuh dalam optimalisasi Bidang Penelitian dan Pengembangan Daerah di masa mendatang adalah :

1. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Daerah sangat perlu dibentuk di daerah karena daerah juga memerlukan lembaga think thank yang berfungsi memberikan masukan dalam perumusan kebijakan, dengan catatan :

  • Jika Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah belum memiliki sumber daya yang cukup seperti jumlah peneliti, sarana dan prasarana, anggaran, dan dukungan dari Pemerintah Daerah untuk melakukan fungsi litbang maka Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah bisa melebur menjadi Bidang Penelitian dan Pengembangan di Bappeda Provinsi karena Penggabungan Fungsi Penelitian Dan Pengembangan Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Dan Kabupaten/Kota diperkuat dengan regulasi berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Fungsi Penunjang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan.
  • Jika Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah sudah memiliki sumber daya yang cukup seperti jumlah peneliti, sarana dan prasarana, anggaran, dan dukungan dari Pemerintah Daerah untuk melakukan fungsi litbang maka Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah bisa berdiri sendiri menjadi Organisasi Pemerintah Daerah.

2. Perekrutan jabatan fungsional peneliti ahli (minimal ahli pertama) perlu segera dilakukan oleh lembaga litbang daerah, karena peneliti merupakan ujung tombak dari lembaga litbang untuk menghasilkan kajian-kajian riset. Peneliti ahli yang direkrut dari berbagai bidang untuk memberikan variasi hasil-hasil kajian / riset.

3. Perlunya adanya usaha untuk menambah anggaran penelitian dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan swasta.

4. Perlu adanya regulasi yang mengatur dalam perumusan kebijakan harus dilakukan kajian-kajian kebijakan sebelum diterbitkan untuk memberikan kesadaran kepada formulator kebijakan untuk menggunakan hasil-hasil riset yang dihasilkan dari Badan Litbang Daerah.

DAFTAR PUSTAKA

  • Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Fungsi Penunjang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
  • www.lipi.go.id
  • litbang.kemendagri.go.id


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

AntaraNews Kupang

Dua gol di pengujung laga menangkan MU atas Sheffield

Dua gol di pengujung laga memenangkan Manchester United (MU) atas Sheffield United dengan skor 4-2… [...]

Gempa 5,3 magnitudo guncang Gorontalo

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan telah terjadi gempa berkekuatan 5,3 magnitudo di wilayah… [...]

KPU Manggarai Timur  terima dana hibah Pilkada Rp28 miliar

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menerima dana hibah… [...]

Kontak Kami

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Kupang

Jl. Timor Raya No. 124 Kelurahan Pasir Panjang

Kota Kupang – Nusa Tenggara Timur

Email: balitbangkotakupang@gmail.com